Wednesday, December 28, 2016

Buku Stilistika: Teori, Metode, dan Aplikasi Pengkajian Estetika Bahasa karya Ali Imron Al Ma'ruf

Buku Stilistika: Teori, Metode, dan Aplikasi Pengkajian Estetika Bahasa karya Ali Imron Al Ma'ruf

Daftar isi buku Stilistika: Teori, Metode, dan Aplikasi Pengkajian Estetika Bahasa

  • Style 'Gaya Bahasa' dan Stilistika
  • Fungsi Style 'Gaya Bahasa' dan Tujuan Stilistika
  • Bidang Kajian dan Jenis Kajian Stilistika
  • Stilistika, Estetika, Retorika, dan Ideologi
  • Style 'Gaya Bahasa', Ekspresi Pengarang, dan Gagasan
  • Kajian Linguistik dan Karya Sastra
  • Stilistika dan Semantik dalam Kajian Stilistika
  • Kajian Stilistika dalam Karya Sastra
  • Teori Semiotik, Interteks, Resepsi Sastra, dan Hermeneutik dalam Pengkajian Stilistika
  • Tahapan dalam Pengkajian Stilistika Karya Sastra
  • Gaya Bahasa dan Sarana Retorika dalam Karya Sastra
Lampiran:
  • Penelitian Stilistika Puisi: "Anak Laut, Anak Angin" Abdul Hadi WM
  • Penelitian Stilistika Fiksi: "Ronggeng Dukuh Paruk" Ahmad Tohari

***
Judul: Stilistika: Teori, Metode, dan Aplikasi Pengkajian Estetika Bahasa
Penulis: Ali Imron Al-Ma’ruf
Penerbit: Cakra Books
Tebal: 194 halaman






Friday, August 12, 2016

Download EYD Terbaru Tahun 2015

Download EYD Terbaru Tahun 2015

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, menerbitkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Pedoman ini disusun untuk menyempurnakan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (PUEYD). Pedoman ini diharapkan dapat mengakomodasi perkembangan bahasa Indonesia yang makin pesat.


Pada tahun 2016 berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 50 Tahun 2015, Dr. Anis Baswedan, Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (PUEYD) diganti dengan nama Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang penyempurnaan naskahnya disusun oleh Pusat Pengembangan dan Pelin dungan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.

Jadi, sekarang EYD tahun 2009 sudah tidak berlaku lagi. Namanya sudah diganti dengan Pedoman Umum EBI (Ejaan Bahasa Indonesia)



Download Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia

Download Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat sebagai dampak kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Penggunaannya pun semakin luas dalam beragam ranah pemakaian, baik secara lisan maupun tulis. Oleh karena itu, kita memerlukan buku rujukan yang dapat dijadikan pedoman dan acuan berbagai kalangan pengguna bahasa Indonesia, terutama dalam pemakaian bahasa tulis, secara baik dan benar.

Sehubungan dengan itu, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, menerbitkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Pedoman ini disusun untuk menyempurnakan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (PUEYD). Pedoman ini diharapkan dapat mengakomodasi perkembangan bahasa Indonesia yang makin pesat.

Semoga penerbitan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia secara langsung atau tidak langsung akan mempercepat proses tertib berbahasa Indonesia sehingga memantapkan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.


Download Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia

(Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2015)




Thursday, July 28, 2016

Pengkajian Naskah Lakon


a. Menurut teori filologi, teks klasik boleh dianggap barang abstrak, karena teks aslinya telah hilang. Naskah, yang sering dikacaukan dengan teks, sebenarnya merupakan turunan dari teks aslinya. Maka, teks bisa lebih tua daripada naskah yang mewakilinya.

b. Tradisi ialah proses penyalinan atau penurunan teks asli did alma teori filologi.

c. Kritik teks ialah pengkajian terhadap versi naskah, untuk memperoleh naskah aslinya – atau setidaknya naskah yang paling mendekati teks aslinya. Dan ini merupakan kerja awal dari proses pengkajian sebuah naskah – tidak terkecuali naskah lakon.

d. Lakon adalah istilah lain dari ‘drama’, kata lakon berasal dari bahasa Jawa, yang berarti lampahan.

e. Lakon (drama), bagi sastrawan merpakanjenis lain di samping puisi dan prosa.

f. Lakon sastra adalah lakon-lakon di mana kaidah-kaidah sastra dapat diharapkan sebagai sarana acuan dalam pengkajian lakon.

g. Lakon ada yang memiliki naskah lakon, ada yang tidak, pementasan lakon lewat TVRI atau radio, biasnya biasanya dituntut adanya naskah lakon.

h. Tahun 1910 dan 1933 merupakan periode pembaharuan atau periode renaissance. Dalam periode ini terjadi upaya penolakan terhadap proses pengekoran terhadap nilai-nilai budaya asing.

i. Pada tanggal 27 Mei 1944 di Jakarta berdirilah kelompok Teater “Maya”. Pendirinya adalah Usmar Ismail Almarhum. Tujuannya menegakkan kegiatan untuk kejayaan budaya Indonesia secara tegas. Di sinilah mulai timbulnya tradisi penulisan naskah lakon.

j. Dua tokoh penting pada periode renaissance ialah:
  • Usmar Ismail, pemimpin dan sutradara kelompok”Maya”
  • Anjas Asmara, pemimpin dan sutradara Kelompok sandirwara “Cahaya Timur”.
k. Zaman pendudukan Jepang, secara tidak langsung Jepang telah membawa perombakan dan pembaharuan yang positif terhadap perkembangan perteateran di Indonesia, khususnya di bidang penulisan naskah lakon. Pembaruan itu antara lain:
  • Naskah-naskah lakon menjadi lebih terdokumentasi.
  • Munculnya dengan jelas dan tegas komponen atau unsure sutradara yang berkedudukan dan berfungsi penuh.
  • Corak, gaya dan jangkauannya telah berpijak pada bumi Indonesia; tetapi dalam dunia pentas masih berkiblat ke Barat.
l. Dalam periode 1942 – 1945 masalah yang ditampilkan buka lagi masalah menusia lokalatau daerah denga budaya local (teknik), tetapi masalah manusia Indonesia dengan budaya Indonesia.

m. Untuk keperluan sistematika dalam pengkajian terhadap periode terdisi penulisan naskah lakon di Indonesia, dapat dibedakan dalam dua kurun waktu:
  • Kurun waktu naskah lakon Drama sastra
  • Kurun waktu naskah lakon drama Tiratrikal/teateral.
n. Penulis-penulis naskah lakon sebelum tahun 1967/1968 antara lain:
  • Roestam Effendi : Bebasari (1926)
  • Sanusi Pane : Airlangga (1928), Kertajaya (1932), Manusia Baru (1930), Sandyakalaning Majapahit ( 1933).
  • Armyn Pane : Setahun di Bedahulu (1930), Lukisan Masa (1937), Negara Lenggang Kencana (1939), Jinak-jinak Merpati (1944), Barang Tiada Berharga (1945).
o. Naskah-naskah lakon:
  • Sebelum tahun 1967/1968 biasa disebut ‘naskah lakon sastra’
  • Sesudah tahun 1967//1968 biasa disebut ‘naskah lakon sutradara’.
p. Teater adalah seni kontekstual, pengkajiannya dapat dilaksanakan melalui pendekatan interdisipliner yang meliatkan ilmu-ilmu bantu sebagai penunjangnya.

q. Naskah lakon yang masih pralakon, baru menjadi lakon yang sebenarnya apabila sudah dipentaskan.

r. Dalam proses pendekatan, pengkajian, pemahaman dan penikmatan, seni drama dan teater, dan juga film, kita harus mempertimbangkan:
  • Aspek intrinsik
- Aspek literer yang tampak dalam struktur
- Aspek teateral yang tampak dalam tekstur dan pemanggungannya.
  • Aspek ekstrinsik
Aspek konteks yang tampak dalam factor-faktor penunjang yang berfungsi sebagai variable-variabel semiotic, menunjang dan pendukung proses penjadian taeater.
s. Jika naskah lakon jenis prosa dan puisi umumnya sudah selesai dalam dirinya maka jenis drama barulah sempurna apabial sudah dipentaskan.

 

Referensi:
Satoto, Soediro. 1991. Pengkajian Drama I. Surakarta: Sebelas Maret University Press. 




Pengkajian, Pendekatan, Garapan, Gaya, dan Teknik Pengkajian Seni Drama, Teater, dan Film


Istilah ‘pengkajian’merupakan padanan dari istilah ‘telaan’ atau ‘study’ dalam bahasa Inggris.

a. Kehidupan telaah sastra adalah kehidupan meneliti, menelaah kehidupan, mencipta, cipta sastra dan peminat sastra dalam rangka menyusun teori sastra; dan pada gilirannya teori sastra dipergunakan penelaah untuk gilirannya teori sastra dipergunakan menelaah untuk menjelaskan dan meramalkan realitas suatu gejal atau peristiwa dalam rangka mencari kebenaran ilmiah.

b. Jenis drama dibangun oleh dua aspek:

  • Aspek literer, dikaji berdasarkan konvensi literer (biasanya lebih tanpak pada struktur naskah lakon).
  • Aspek teateral, dikaji berdasarkan konvensi teater, (Biasanya lebih tanpak pada tekstur).
c. Pengkajian drama yang utuh adalah pengkajian seluruh aspek atau komponen yang membangun seluruh drama sebagai seni kompleks, kolektif, dan ansambel.

d. Pengkajian teater adalah pengkajian seluruh unsur teater secara herarkis, keseluruhan, utuh dan padu.

e. Pengkajian drama film lebih kompleks daripada dram teve, drama radio, atau drama penggung; karena berbeda media, sifat dan motivasi keberadaan film itu sendiri jika disbanding dengna bentuk dram yang lain.

f. Sebagai teater, baik dram panggung, dram radio, drama teve, maupun drama film memiliki hakikat yang sama yaitu tikaian (konflik). Perbedaan terletak pada teknik garapan karena berbeda medianya.

  • Drama panggung bersifat tiga dimensi (lihatan, dengaran, rabaan/bauan/ciuman).
  • Drama teve dan drama film bersifat dua dimensional.
  • Drama radio bersifat monodimensional
  • Drama panggung teknik vocal dan teknik garapan domininan
  • Drama teve dan film di samping teknik vocal, akustik dan teknik gerak, jasa elektronik dan peralatan kamera canggih membantu.
  • Dram radio, teknik vocal dan akutik memegang peranan penting.
g. Pendekatan merupakan alih bahasa dari kata ‘approcoach’ sedang padanan katanya adalah ‘hampiran’.

h. Bermacam-macam pendekatan terhadap seni drama dan teater tergantung bagaiman oran gmeletakkan drama sebagai seni apa, misalnya: drama dan teater sebagai seni sastr;senirupa; seni peran; sni gerak; seni wicara,dll.

i. Beberapa pendekatan sastra, antara lain: pendekatan struktural murni; structural baru; poststruktural atau dekonstruksi; semiotic; struktur genetic;dll.

j. Perbedaan film dengan drama panggung, drama teve dan drama radio, terletak pada sifat, garapan, teknik, penyajian dan cara penikmatannya. Sedang kesamaannya terletak pada hakikat yaitu tikaian. Film dan jenis-jenis drama lainnya adalah seni kompleks-seni kolektif dan seni ansambel. Proses penjadiannya di samping melalui tahapan-tahapan, juga melibatkan hampir seluruh cabang seni dan non-seni. Pendekatan drama dan teater, dan film dilakukan dengan melibatkan aspek-aspek literer, aspek teateral, aspek artistic, aspek polessosobudhankam dan aspek ekstrinsik lainnya. Dengan kata lain pendekatan terhadap film melibatkan aspek tekstual dan kontektual.

k. Jenis-jenis pendekatan menurut M.H. Abrams:

  • Pendekatan ekspresif
  • Pendekatan objektif
  • Pendekatan mimetic
  • Pedekatan pragmatic
l. Konsepsi-konsepsi kerja yang disampaikan oleh para sutradara yang bertaraf nasional, yaitu:
  • WS. Rendra dengan konsepsinya, “Kegagalan Dalam Kemiskinan: Teater Modern Indonesia”
  • Putu Wijaya dengan konsepsinya, “Jalaan Pikiran Teater Mandiri: bertolah dari yang ada”
  • Wahyu Sihombing dengan konsepsinya, “Masalah Sutradara adalah masalah penafsiran naskah dan casting.
  • Pramana Padmadarmaya, dengan konsepsinya, “Ekspresi Global Melalui pendekatan intividul” dan “Pada pembinaan dasar seorang pemeran”.
  • N.Riantiarno dengan konsepsinya, “kemarin atau nanti teater tanpa selesai”
m. Drama-drama Literer misalnya:
Bebasari; Kertajaya; Lukisan Masa; Citra; Tuan Amin; Kejahatan membalas Dendam; Bunga Rumah Makan; Tumbang-tumbang; Malam Jahanam; Sekelumit Nyanyian Sunda; dan Domba-domba Revolusi.

n. Drama sastra atau Drama Literer: drama yang ditulis oleh para sastrawan.

o. Gaya ialah bentuk garapan yang telah mempunyai kekhasan.

p. Beberapa gaya teater dan film antara lain:

  1. Gaya penyutradaraan WS. Rendra
  2. Gaya wayang orang dari berbagai daerah, gaya kethoprak dari berbagai daerah, gaya lenong, gaya ludruk, dan gaya Srimulat, dll.
  3. Teater topeng gaya Jawa dan Bali.
  4. Teater wayang gaya Surakarta, Semarang, Jawa Barat, dan lain-lain.
  5. Ontowacana wayang orang gaya Surakarta, Yogyakarta, dll.
  6. Teknik vocal gaya drama panggung, drama radio, drama teve, dan drama film
  7. Penyutradaraan film gaya masing-masing sutradara.
  8. Gaya para actor dan aktris yang beraneka ragam.
q. Teknik bermain merupakan unsure yang penting dalam seni bermain drama.

r. Teknik pementasan memerlukan keunikan jika ingin memperoleh kadar artistic.

 


Referensi:
Satoto, Soediro. 1991. Pengkajian Drama I. Surakarta: Sebelas Maret University Press.